ANALISIS CERPEN BAWUK (KAJIAN TEORI HEGEMONI)
Cerpen “Bawuk” ditulis oleh Umar Kayam dengan mengangkat latar suasana G30SPKI. Suasana yang ada dalam cerpen tersebut menggambarkan masa dimana menurut sejarah, bangsa Indonesia mengalami gejolak pemberontakan oleh PKI yang terjadi pada tahun 1965. Hal tersebut dapat dilihat dari paragraf dalam cerpen yang mengisahkan tokoh Bawuk menikah dengan seorang pimpinan komunis, yakni Hassan.
“…Hassan, suami Bawuk, selalu dianggap terlalu keras dan tinggi hati oleh iparnya. Keterusterangan serta ketajaman pikirannya selalu menimbulkan perasaan yang kurang enak kepada saudara-saudaranya itu. Dan aktivitasnya sebagai seorang komunis, pengaruhnya yang sangat dalam pada pemikiran Bawuk, serta kemudian cara mereka bersama-sama menghilang pada akhir Oktober, itu semua menambah perasaan kurang senang di antara keluarga itu…” (Kayam, 1975)
Melihat kutipan diatas yang menunjukkan kesan komunis yang kental, hal ini membuat karya sastra tersebut dapat dikaji dengan pendekatan hegemoni. Teori hegemoni itu sendiri merupakan suatu dominasi kekuasaan suatu kelas sosial atas kelas sosial lainnya, melalui kepemimpinan intelektual dan moral yang dibantu dengan penindasan. Untuk itu, penulis akan menganalisis cerpen “Bawuk” dengan teori hegemoni menurut Gramsci.
Menurut Gramsci, suatu kelompok sosial mendominasi kelompok-kelompok antagonistik yang cenderung dihancurkan. Kelompok tersebut menjadi dominan apabila menjalankan kekuasaan dan sudah memegang dominasi (dalam Faruk, 2013:141). Dalam kehidupan bermasyarakat pasti ada kelompok yang mendominasi diantara yang lainnya, adanya perlawanan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan dan dominan di masyarakat, menghimpun masyarakat untuk melakukan perlawanan seperti dalam sebuah partai politik.
Dalam cerpen “Bawuk” karya Umar Kayam terdapat hegemoni yang dilakukan oleh Hassan terhadap Bawuk. Dengan cara memberi tahu perkembangan PKI pada Bawuk, mengajaknya berdiskusi, serta membantu mengerjakan tugas terkait dengan kegiatan PKI. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita dibawah ini.
“…Meskipun aneh kedengarannya, Bawuk, yang telah sekian tahun menjadi istri seorang pemimpin komunis, tak pernah secara resmi menjadi anggota Gerwani, tentang Lekra, tentang anak organisasi PKI lainnya. Suaminya selalu memberitahukannya tentang perkembangan organisasi itu, mendorongnya untuk ikut secara aktif, mengajaknya berdiskusi, dan memberinya bahan bacaan yang cukup banyak. Tetapi, Hassan tidak pernah menganjurkan atau menyuruh agar Bawuk secara resmi masuk menjadi anggota salah satu anak organisasi PKI itu…” (Kayam, 1975)
Selain itu Hassan juga menghegemoni masyarakat. Ia menghegemoni kelompok-kelompok yang ada di masyarakat dengan kepemimpinan intelektual untuk bergabung dan membantu dalam melawan tentara.
“…Mereka mendengar tentang Aidit yang berada di sekitar Solo, dan mereka mendengar tentang sikap Sukarno terhadap Gestapu yang disebutnya Gestok. Laporan-laporan itu dengan hangat dinilai dan dibicarakan bersama-sama. Rakyat di kecamatan T mesti disiapkan untuk segala kemungkinan. Diperhitungkan, tentara, lambat atau cepat, pasti akan menggempur T. Mereka memutuskan rakyat perlu dipertebal semangatnya dan dibawa ke arah kondisi mental untuk bertempur. Itu berarti bahwa mereka harus dibawa ke arah suasana fanatisme yang tidak kenal ragu-ragu lagi…” (Kayam, 1975)
Serta pemerintahpun melakukan hegemoni terhadap Partai Komunis berupa hegemoni dominasi yang kemudian melakukan penindasan terhadap orang-orang yang menjadi anggota PKI dan yang terlibat. Khususnya para petani dan pemuda di kecamatan T yang telah terhegemoni oleh Hassan dan anggota PKI yang lain.
“…Petani-petani yang sudah dilatih Hassan melawan dengan cung, dengan molotov cocktail, dengan bambu runcing, dengan segala senjata. Petani-petani itu melawan menurut petunjuk pemimpin-pemimpin mereka. Mereka melawan dengan semangat dan pengertian bahwa yang menjadi lawan mereka adalah kaum reaksi yang akan menghancurkan mereka, yang akan merampas tanah-tanah mereka. Hasilnya sangat mengerikan. Petani-petani yang belum begitu lama mendapat latihan kemiliteran itu melawan dengan membabi-buta…” (Kayam, 1975)
Dari cerpen ini kita mendapat membayangkan bagaimana keadaan pada zaman tersebut, sejarah dan politik, orang-orang yang menghegemoni dan terhegemoni.
“…Dan para petani yang tidak mau menyerah, dihantam tanpa ampun lagi. Mayat mereka bergelimpangan di pematang sawah, di pinggir kali, dan di lorong-lorong pedukuhan. Seperempat dari penduduk telah mati, hampir separo dari penduduk laki-laki telah menjadi tawanan tentara. Mereka yang menjadi tawanan, sudah selesai mengumpulkan mayat-mayat kawan mereka dan menguburkannya, digiring dan dikumpulkan di halaman kecamatan…” (Kayam, 1975)
Daftar Pustaka
Binus University. 2013. Theory And Critique: Plato’s Mimesis Theory. dkv.binus.ac.id diakses pada 18 Februari 2021.
Data Pokok Kebahasaan dan Kesastraan. 2019. Sri Sumarah dan Bawuk (1975). dapobas.kemdikbud.go.id diakses pada 19 Februari 2021.
Faruk. 2013. Pengantar Sosiologi Sastra: dari Strukturalisme Genetik sampai Post-Modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Febriyanti, Nur. 2017. Cerpen Bawuk Karya Umar Kayam (Sinopsis). nurfebriyanti.wordpress.com diakses pada 17 Februari 2021.
http://hatimah22.blogspot.com/2019/01/hegemoni-dalam-cerpen-bawuk-karya-umar.html
https://www.academia.edu/9529648/contoh_teori_hegemoni_pada_cerpen_Bawuk_karya_Umar_Kayam
Kayam, Umar. 2003. Seribu Kunang-kunang di Manhattan: Kumpulan Cerpen Umar Kayam. Jakarta: Pustaka Utama Grafitri
Pring. 2020. Bawuk, Cerita Umar Kayam. catatanpringadi.com diakses pada 17 Februari 2021.
Ridwan. 2010. Cerpen Bawuk Karya Umar Kayam (Kajian Mimesis). ikfaiz.wordpress.com diakses pada 17 Februari 2021.
Susanto, Dwi. 2016. Pengantar Kajian Sastra. Jakarta: CAPS (Center for Academic Publishing Service).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar