ANALISIS CERPEN BAWUK (KAJIAN TEORI MIMESIS)
Cerpen “Bawuk” ditulis oleh Umar Kayam dengan latar yang nyata. Suasana yang ada dalam cerpen tersebut menggambarkan masa dimana bangsa Indonesia mengalami gejolak pemberontakan oleh PKI. Hal tersebut dapat dilihat dari paragraf dalam cerpen yang mengisahkan tokoh Bawuk menikah dengan seorang pimpinan komunis, yakni Hassan.
“…Hassan, suami Bawuk, selalu dianggap terlalu keras dan tinggi hati oleh iparnya. Keterusterangan serta ketajaman pikirannya selalu menimbulkan perasaan yang kurang enak kepada saudara-saudaranya itu. Dan aktivitasnya sebagai seorang komunis, pengaruhnya yang sangat dalam pada pemikiran Bawuk, serta kemudian cara mereka bersama-sama menghilang pada akhir Oktober, itu semua menambah perasaan kurang senang di antara keluarga itu…” (Kayam, 1975)
Melihat kekuatan Umar Kayam dalam realisme-nya menulis cerita tersebut, hal ini membuat karya sastra tersebut dapat dikaji dengan pendekatan mimesis. Teori mimesis itu sendiri merupakan teori yang menghubungkan pernyataan pengarang dalam karyanya dengan kehidupan sosial di masyarakat nyata. Untuk itu, penulis akan menganalisis cerpen “Bawuk” dengan pendekatan mimesis berdasarkan 3 aspek yang termuat didalamnya, yakni aspek sosiologis, politik, dan budaya adat priyayi.
Analisis Segi Sosiologis
Segi sosiologis menekankan pada aspek sosial, hubungan kemasyarakatan, adat istiadat, hingga hubungan antarindividu itu sendiri. Dalam cerpen Bawuk secara tersirat, pengarang menyematkan nama-nama yang erat hubungannya dengan masyarakat Jawa. Ridwan (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa nama Bawuk erat kaitannya dengan jati diri seorang manusia. Pada tataran masyarakat Jawa, bawuk dimaknai sebagai kemaluan perempuan. Hal ini jika dikaitkan dengan cerpen, maka tokoh Bawuk yang diceritakan sangat semiotis. Peran Bawuk pada cerpen berpetanda bahwa ciri khas Bawuk adalah seorang perempuan. Dengan sedikit balutan karakter perempuan yang umum, yakni berwatak lemah lembut, penuh kasih sayang, dan ceria.
“…Nyonya Suryo mengenal anaknya yang paling muda itu sebagai anaknya yang paling ribut tetapi juga paling mengasyikkan, paling cerdas dan pemurah…” (Kayam, 1975)
Tidak hanya nama Bawuk, tokoh lain yang bernuansa Jawa dan erat kaitannya dengan masyarakat Jawa tidak lain dan tidak bukan adalah si pembantu Inem dan si kusir Sarpan. Inem yang berarti mingkem sehingga sifatnya cenderung tertutup, dan Sarpan yang berarti sarpa (ular) sehingga kedudukannya tidak jauh dari binatang, yaitu sebagai kusir dokar.
Analisis Segi Politik
Segi politik menekankan pada aspek kepemerintahan, sosial politik, dan hubungan masyarakat dengan sistem ketatanegaraan. Hal yang berbau politik tentu saja kisah sang pimpinan PKI yang dilekatkan pada tokoh Hassan, suami dari Bawuk. Dalam cerpen ini dikisahkan adanya politik panas yang terjadi antara kaum komunis secara internal maupun eksternal. Penyebutan istilah-istilah yang berkaitan dengan peristiwa G30S PKI dan seorang tokoh bernama Aidit menyuratkan bahwa konflik yang terjadi dalam cerpen tersebut tidak jauh dari fenomena yang sedang terjadi pada masa itu.
“…Siapakah yang akan menduga bahwa yang ada di becak itu adalah Nyonya Hassan, isteri tokoh komunis kota S yang sering disebut-sebut Aidit sebagai ahli pemuda yang sangat berbakat, yang pada akhir bulan oktober 1965 ikut mengatur pawai Dewan Revolusi di kota S?...” (Kayam, 1975)
Ridwan (2010) menuliskan penyebutan akronim atau singkatan Gerwani, BTI, Gestapu, Gestok, Lekra, PKI, serta penyebutan nama Aidit, membawa pembaca memahami salah satu tema dan latar, yaitu pemberontakan G30S PKI. Bahkan besarnya pengaruh Lekra dibawah naungan PKI berhasil meyakinkan Presiden Soekarno sehingga mengeluarkan pernyataan pada tanggal 8 Mei 1964 yang disebut ”Manifesto Kebudayaan”. Pernyataan ini menimbulkan pro dan kontra yang sangat hebat sehingga terjadi perang pena yang berkepanjangan.
Analisis Segi Budaya Adat Priyayi
Sedangkan jika dilihat dari segi budaya adat priyayi yang ada di masyarakat khususnya pada masa 1965, dalam cerpen Bawuk dikisahkan seorang priyayi, yang dimana tokoh tersebut adalah ayah Bawuk, Tuan Suryo, merupakan seorang onder dan priyayi yang disegani dan dihormati di Karangrandu. Budaya adat priyayi yang dikisahkan yakni adanya tradisi Tayub, yaitu menari bersama berpasangan untuk membangun kebersamaan dan kerukunan. Tarian ini sering dibarengi dengan minum minuman keras. Pada saat menarikan tari tayub sang penari wanita yang disebut ledek mengajak penari pria dengan cara mengalungkan selendang yang disebut dengan sampur kepada pria yang diajak menari tersebut.
“…Tuan Suryo bukanlah seorang penayub. Atau paling sedikit bukan seorang penayub yang baik. Dia tidak memiliki “flair” yang diperlukan buat itu. Sekali dua kali pernah juga dia terpaksa turun ke tengah gelanggang karena wedana dan bupati menyuruhnya. Tetapi itu dilakukan untuk sekadar menyenangkan wedana bupati. Dengan menjoget sekali dua kali putaran dengan gerakan-gerakan yang cuma lumayan saja luwesnya dia sudah akan menyerahkan sampurnya kepada orang lain. Wedana dan bupati akan berteriak-teriak kegirangan menertawai kekikukan onder-nya menayub…” (Kayam, 1975)
Menempuh pendidikan Europeesch merupakan cita-cita para orang tua dari kalangan priyayi. Untuk tujuan tersebut, segala usaha akan dilakukan oleh para orang tua, termasuk ayah Bawuk.
“…Begitu inginkah suaminya menyenagkan wedana dan kanjaeng agar promosi menjadi wedana lekas menjadi kenyataan? Dan dengan begitu kesempatan untuk mencarikan beurs buat anak-anaknya ke Negeri Belanda menjadi lebih besar lagi?...” (Kayam, 1975)
Daftar Rujukan
Binus University. 2013. Theory And Critique: Plato’s Mimesis Theory. dkv.binus.ac.id diakses pada 18 Februari 2021.
Data Pokok Kebahasaan dan Kesastraan. 2019. Sri Sumarah dan Bawuk (1975). dapobas.kemdikbud.go.id diakses pada 19 Februari 2021.
Febriyanti, Nur. 2017. Cerpen Bawuk Karya Umar Kayam (Sinopsis). nurfebriyanti.wordpress.com diakses pada 17 Februari 2021.
Pring. 2020. Bawuk, Cerita Umar Kayam. catatanpringadi.com diakses pada 17 Februari 2021.
Ridwan. 2010. Cerpen Bawuk Karya Umar Kayam (Kajian Mimesis). ikfaiz.wordpress.com diakses pada 17 Februari 2021.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar