Minggu, 04 September 2022

ANALISIS MITOS BERBASIS RELIGI ISLAM DAN HINDU BERDASARKAN ASPEK NILAI, KEPERCAYAAN, KEPEMIMPINAN, SIMBOL, SERTA PENGARUHNYA BAGI MASYARAKAT SEKITAR

 ANALISIS MITOS BERBASIS RELIGI ISLAM DAN HINDU BERDASARKAN ASPEK NILAI, KEPERCAYAAN, KEPEMIMPINAN, SIMBOL, SERTA PENGARUHNYA BAGI MASYARAKAT SEKITAR


PENDAHULUAN

Kajian sosiologi sastra mempelajari seluk beluk sudut pandang diluar karya sastra. Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang kehidupan manusia dalam hubungan kelompok. Sosiologi mempunyai objek yang sama dengan ilmu-ilmu pengetahuan kemasyarakatan lainnya, tetapi ia memandang peristiwa sosial dengan caranya sendiri; mendalam sampai pada hakikatnya segala pembentukan kelompok, hakikat kerja sama, serta kehidupan bersama dalam arti kebendaan dan kebudayaan.

Fungsi sosiologi adalah untuk memahami perilaku manusia karena peranan kehidupan manusia sangat dipengaruhi oleh subsistem sosialnya. Subsistem sosial tersebut, pada dasarnya, mencakup unsur-unsur individu atau pribadi dalam masyarakat maupun kehidupan yang dihasilkan oleh masyarakat tersebut. Kepercayaan terhadap lingkungan budaya dan sosial harus dijelaskan secara analisis dalam konteks sejarah, karena sosiologi tidak dijelaskan secara rinci, akan menimbulkan pendapat yang ambigu dalam konteks tertentu.

Karya sastra adalah unik karena merupakan perpaduan antara imajinasi pengarang dengan kehidupan sosial yang kompleks. Oleh sebab itu, sering dikatakan bahwa karya sastra dapat dianggap sebagai cermin kehidupan sosial masyarakatnya karena masalah yang dilukiskan dalam karya sastra merupakan masalah-masalah yang ada di lingkungan kehidupan pengarangnya sebagai anggota masyarakat. Sosiologi sastra, dengan menggabungkan dua disiplin yang berbeda, sosiologi dan sastra, secara harfiah mesti ditopang oleh dua konsep yang berbeda, yaitu konsep konsep sosiologi dan konsep-konsep sastra. Masalah yang perlu dipertimbangkan adalah dominasinya dalam analisis sehingga tujuan yang dimaksudkan dapat tercapai secara maksimal.

Dalam sosiologi sastra yang seharusnya mendominasi jelas konsep-konsep yang berkaitan dengan sastra, sedangkan konsep-konsep yang berkaitan dengan sosiologi berfungsi sebagai komplementer. Bahkan akan lebih tajam lagi jika para peneliti lebih spesifik, sehingga muncul sosiologi puisi, sosiologi novel, sosiologi drama, dan sebagainya. Pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan itu disebut sosiologi sastra dengan menggunakan analisis teks untuk mengetahui strukturnya, untuk kemudian dipergunakan memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang ada di luar sastra. Seperti pada makalah kali ini yang akan membahas sastra lisan berupa mitos dengan mengkaji aspek nilai, kepercayaan, kepemimpinan, simbol, serta pengaruhnya bagi masyarakat sekitar.

  1. Kepercayaan

Kepercayaan (trust) merupakan pondasi dari suatu hubungan. Suatu hubungan antara dua pihak atau lebih akan terjadi apabila masing-masing saling mempercayai. Kepercayaan ini tidak begitu saja dapat diakui oleh pihak lain, melainkan harus dibangun mulai dari awal dan dapat dibuktikan. Di dunia ekonomi, kepercayaan telah dipertimbangkan sebagai katalis dalam berbagai transaksi antara penjual dan pembeli agar kepuasan konsumen dapat terwujud sesuai dengan yang diharapkan (Yousafzai, 2003).

Menurut Deutsch (dalam Yilmaz dan Atalay, 2009), kepercayaan adalah perilaku individu, yang mengharapkan seseorang agar memberi manfaat positif. Adanya kepercayaan karena individu yang dipercaya dapat memberi manfaat dan melakukan apa yang diinginkan oleh individu yang memberikan kepercayaan. Sehingga, kepercayaan menjadi dasar bagi kedua pihak untuk melakukan kerjasama. Francis Fukuyama mendefinisikan kepercayaan sebagai harapan yang timbul dari masyarakat dimana semua anggota harus bertindak dalam batas norma, dengan keteraturan, kejujuran, dan kerjasama.

Carnevale dan Wechsler mendefenisikan kepercayaan adalah suatu sikap yang menganggap bahwa individu atau kelompok bermaksud baik, adil dan sesuai dengan norma etika (dalam Yilmaz dan Atalay, 2009). Dasgupta (1988) menyatakan bahwa kepercayaan merupakan suatu sikap untuk mempercayai individu dan kelompok dengan tingkatan tertentu yang saling berhubungan. Pada tingkat individu, anda mempercayai seorang individu untuk melakukan sesuatu berdasarkan apa yang anda ketahui tentangnya, disposisi, kemampuannya, reputasi dan sebagainya tidak hanya karena dia bilang dia akan melakukannya.

Pada tingkat kolektif, jika anda tidak percaya suatu badan atau organisasi dengan mana individu berafiliasi, anda tidak akan percaya padanya untuk membuat kesepakatan atau kerja sama. Mayer (1995) mendefinisikan kepercayaan adalah kemauan seseorang untuk peka terhadap tindakan orang lain berdasarkan pada harapan bahwa orang lain akan melakukan tindakan tertentu pada orang yang mempercayainya, tanpa tergantung pada kemampuannya untuk mengawasi dan mengendalikannya. Mayer menjelaskan konsep ini bahwa orang yang dipercaya memiliki kemauan dan kepekaan pada harapan orang lain yang meyakini bahwa tindakannya berperan sangat penting.

Yamagishi (dalam Hakim, Thontowi, Yuniarti dan Kim, 2010) memformulasikan kepercayaan sebagai anggapan bahwa setiap orang tidak bermaksud negatif terhadap dirinya. Ini apa yang disebut kepercayaan secara umum. Untuk mempercayai orang lain, individu memiliki indikator kepercayaan diri berdasarkan tingginya kepekaan dan keterampilan untuk membedakan antara perasaan dapat dipercaya dan tidak dipercaya. Pada dasarnya semua orang dapat  dipercaya hingga suatu hal tertentu membuat individu tersebut tidak dapat dipercaya lagi.

Menurut Moordiningsih (2010), kepercayaan (trust) di Asia Timur, kepercayaan merupakan konsep relasional bukan individual. Ia tidak berkaitan dengan kepentingan atau keuntungan pribadi individu. Kepercayaan adalah konsep yang mengandung harmoni, jaminan, dan kesejahteraan untuk individu dan komunitas. Kepercayaan dikembangkan mulai dari keluarga, dalam kelekatan hubungan orang tua dan anak. Kemudian kepercayaan berkembang dalam lingkungan kerabat dan teman dekat. Lebih lanjut, Moordiningsih (2010) mengatakan bahwa membangun kepercayaan pada orang lain merupakan hal yang tidak mudah.

Kepercayaan terbentuk melalui rangkaian perilaku antara orang yang memberikan kepercayaan dan orang yang dipercayakan tersebut. Kepercayaan muncul dari pengalaman dua pihak yang sebelumnya bekerja sama atau berkolaborasi dalam sebuah kegiatan atau organisasi. Pengalaman ini memberikan kesan positif bagi kedua pihak sehingga mereka saling mempercayai dan tidak berkhianat, yang dengan itu dapat merusak komitmen. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kepercayaan adalah keyakinan individu akan kebaikan individu atau kelompok lain dalam melaksanakan tugas dan kewajiban untuk kepentingan bersama.

  1. Nilai

Nilai adalah sesuatu yang baik yang selalu diinginkan, dicita-citakan dan dianggap penting oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat, karena itu sesuatu dikatakan memiliki nilai apabila berguna dan berharga nila kebenaran, nilai estetika, baik nilai moral, religius dan nilai agama (Elly Setiadi, 2006:31). Nilai merupakan kualitas ketentuan yang bermakna bagi kehidupan manusia perorangan, masyarakat, bangsa, dan negara. Kehadiran nilai dalam kehidupan manusia dapat menimbulkan aksi dan reaksi, sehingga manusia akan menerima atau menolak kehadirannya. Sebagai konsekuensinya, nilai akan menjadi tujuan hidup yang ingin diwujudkan dalam kenyataan kehidupan sehari-hari. Sebagai contohnya, nilai keadilan dan kejujuran, merupakan nilainilai yang selalu menjadi kepedulian manusia untuk dapat diwujudkan dalam kenyataan.

Demikian luasnya implikasi konsep nilai ketika dihubungkan dengan konsep lainya, ataupun dikaitkan dengan sebuah statement. Konsep nilai ketika dihubungkan dengan logika menjadi benar-salah ketika dihubungkan dengan estetika indah-jelek, dan ketika dihubungkan dengan etika menjadi baik-buruk. Tapi yang pasti bahwa nilai menyatakan sebuah kualitas. Pendidkan nilai adalah penanaman dan pengembangan nilai pada diri seseorang atau sebagai bantuan terhaap pesertadidik agar menyadari dan mengalami nilai serta menempatkanya secara integral dalam keseluruhan hidupnya (Zaim Elmubarok, 2008:12). Nilai muncul dari permasalahn yang ada di lingkungan, masyarakat serta sekolah dimana diberikan pendidikan untuk membekali para siswa supaya nantinya mereka mampu mengahadapi kompleksitas di masyarakat yang sering berkembang secara tidak terduga. Maka munculah masalah yang berkatan dengan nilai baik-buruknya seseorang dalam mengahadapi pandangan seseorang terhadap orang lain.

  1. Kepemimpinan

Sastra lisan merupakan suatu karya sastra yang cara atau prosesnya disampaikan oleh seseorang melalui mulut ke mulut dan disebarkan secara turun-temurun oleh seseorang yang dapat dipercaya. Ciri-ciri yang termasuk dari sastra lisan itu adalah (1) orang yang lahir dari seseorang yang polos (sederhana), dan mempunyai sifat tradisional; (2) bentuk penggambaran budayanya milik bersama, yang tidak jelas siapa pencetusnya; (3) lebih menegaskan pada objek khayalan, ada jenaka, dan pesan mendidik di dalamnya; (4) sering menceritakan tradisi golongan bersama. Di samping itu terdapat juga ciri-ciri lain yaitu hanya dimengerti oleh sebuah golongan yang termasuk keturunan dan menggunakan bahasa daerah setempat.

Cerita rakyat merupakan merupakan suatu bentuk atau bagian dari sastra lisan yang sering ditemukan di Indonesia. Cerita rakyat tergolong cerita yang populer pada masa terdahulu karena memiliki nilai-nilai yang positif terhadap anak-anak. Cerita rakyat merupakan cerita yang cara penyampaiannya melalui budaya-budaya lisan, biasanya berupa cerita tentang seorang tokoh pahlawan atau tokoh yang berpengaruh di dalam suatu daerah. Cerita rakyat biasanya populer karena tradisi nenek moyang dulu yaitu pewayangan, ludruk dan pertunjukan-pertunjukan lainnya. Hal ini bisa disimpulkan bahwa cerita rakyat tersebar melalui budaya lisan, bukan dengan budaya tulis-menulis. Cerita rakyat ini tersebar di daerah-daerah Indonesia. Setiap daerah biasanya mempunyai cerita rakyat yang merupakan ikon dari kota atau kabupaten. Dari suatu tempat biasanya cerita tersebut mengalami perubahan atau mendapat variasi cerita maupun tambahan.

  1. Pengaruh terhadap Masyarakat

Manusia dalam masyarakat dan lingkungan sebagai pendukung mitos berada dalam lingkup sosial budaya. Mereka senantiasa berusaha untuk memahami diri dan kedudukannya dalam alam semesta, sebelum mereka menentukan sikap dan tindakan untuk mengembangkan kehidupannya dalam suatu masyarakat. Dengan seluruh kemampuan akalnya, manusia berusaha memahami setiap gejala yang tampak maupun yang tidak tampak. Dampaknya setiap masyarakat berusaha mengembangkan cara-cara yang bersifat komunikatif untuk menjelaskan berbagai perasaan yang mempunyai arti bagi kehidupannya. Kendatipun manusia sebagai mahluk yang mampu menggunakan akal dan mempunyai derajat yang lebih tinggi daripada mahluk lainnya, namun ia tidak mampu menjelaskan semua fenomena yang ada disekitarnya.

Senyampang untuk dapat menguasai fenomena tersebut, diperlukan pemahaman terhadap kehidupan dengan cara mengembangkan simbol-simbol yang penuh makna. Simbol-simbol tersebut berfungsi untuk menjelaskan fenomena lingkungan yang mereka hadapi, terutama fenomena yang tidak tampak tetapi dapat dirasakan kehadirannya. Secara kasat mata, manusia melambangkan legenda/dongeng-dongeng suci, yang dimitoskan untuk memberikan penjelasan terhadap fenomena yang tidak tampak, sehingga dongeng-dongeng suci itu mengandung pesan, walaupun pesan tersebut adakalanya sulit diterima akal, karena pada mulanya legenda-legenda itu terbentuk secara tidak rasional. Di sisi lain masyarakat mempercayai isi atau menerima pesan yang terkandung dalam mitos dengan tanpa mempertanyakan secara kritikal. Bagi masyarakat, mitos berfungsi sebagai pernyataan tentang kenyataan yang tidak tampak secara kasat mata (jiwo katon).

  1. Simbol

Manusia dalam menjelaskan kenyataan yang tidak tampak, cenderung mengacu pada kebudayaan sebagai seperangkat simbol yang dapat memperjelas fenomena lingkungan yang dihadapinya. Seperti lazimnya, manusia senantiasa berusaha memahami dan menata gejala/fenomena yang ada di lingkungannya demi kelangsungan hidupnya. Dengan cara mengacu kebudayaan sebagai abstraksi pengalamannya dimasa lampau, manusia mencoba untuk mengklasifikasikan fenomena yang ada dan menertibkan dalam alam pikirannya. Upaya pengklasifikasian tersebut tidak terlepas dari kebudayaan yang menguasai pola pikir dan sikap mental yang dimiliki. Seolah-olah manusia hanya melihat, mendengar dan memikirkan fenomena di sekitarnya berdasarkan ground yang dimiliki, sehingga mitos merupakan cermin dari suatu kebudayaan pendukungnya. Mitos merupakan sarana komunikasi yang merakyat dan dinamis. Barthes juga menggaris bawahi bahwa tuturan mitologis dibuat untuk komunikasi dan mempunyai suatu proses signifikasi yang dapat diterima oleh akal sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing kehidupan sosial budaya masyarakat pendukungnya.

PEMBAHASAN

  1. Analisis Mitos Berbasis Religi Islam

Mitos Air Tiga Rasa Desa Japan

Terkait dengan mitos, bahwa masih banyak yang hidup dan berkembang di Kabupaten Kudus, antara lain mitos tentang air tiga rasa di lingkungan makam Sunan Muria. Sejak dahulu Kabupaten Kudus terkenal dengan dua Sunan Walisongo, yaitu Sunan Muria dan Sunan Kudus. Banyak peziarah yang datang tidak hanya dari Kudus saja, tetapi banyak berasal dari berbagai kota besar di Jawa, seperti Jakarta, Tangerang, Bandung, Semarang, dan Surabaya. Sebagian lagi dari Palembang dan Kalimantan. Sumber air tiga rasa yang terdapat di lingkungan Sunan Muria merupakan salah satu yang kerap dikunjungi selain makam Sunan Muria. Mitos air tiga rasa dulunya hanya berkembang di masyarakat Desa Japan, namun sekarang mitos tersebut berkembang pada masyarakat di luar Desa Japan bahkan sampai di luar Kabupaten Kudus.

Mitos pada sumber air tiga rasa ini diturunkan secara lisan dari generasi ke generasi oleh masyarakat pendukungnya. Meskipun mitos ini diturunkan secara lisan selama bertahun-tahun, namun mitos tersebut tidak hilang dan masih dipercaya hingga sekarang oleh masyarakat Desa Japan dan sekitarnya. Mitos air tiga rasa di lingkungan Sunan Muria ini perlu mendapat perhatian. Dengan adanya perkembangan zaman yang semakin modern, ternyata tidak menghilangkan mitos yang berkembang pada masyarakat Desa Japan dan sekitarnya. Masyarakat masih percaya akan keberadaan mitos tersebut, hal ini terbukti dengan banyaknya pengunjung air tiga rasa untuk mengambil air tersebut hingga sekarang.

  1. Analisis Aspek Kepercayaan

Keyakinan terhadap sesuatu merupakan milik pribadi manusia masing-masing, hanya saja harus tidak menyimpang dari ajaran agama masing-masing. Seperti halnya masyarakat yang percaya dengan adanya mitos air tiga rasa, juga harus tidak menyimpang dari agama mereka yang sebagian besar beragama Islam. Dalam ajaran agama Islam memang menganggap bahwa mempercayai pada benda-benda tertentu adalah musrik. Masyarakat percaya bahwa air tiga rasa merupakan lantaran dari Allah SWT yang diciptakan untuk kepentingan masyarakat ini. Ada juga pengunjung yang meyakini bahwa adanya air tiga rasa karena semua dari Allah SWT. Masyarakat yang mempercayai mitos air tiga rasa berpendapat bahwa mereka tidak hanya mempercayai khasiat air, tetapi mempercayai kekuasaan Allah SWT yang terdapat pada air tiga rasa dan bagi mereka hal tersebut tidaklah musrik.

Kepercayaan masyarakat terhadap mitos air tiga rasa juga semakin bertambah melalui mulut ke mulut sehingga menyebar luas di masyarakat. Pengunjung air tiga rasa biasanya sangat ramai pada hari-hari tertentu, yaitu pada hari Kamis malam Jumat yang pengunjungnya adalah rombongan-rombongan bapak-bapak dan ibu-ibu yang kadang sampai nginap di mushola serta hari minggu yang kebanyakan anak-anak muda atau keluarga sebagai wisata alam dan mencoba merasakan langsung sumber air tiga rasa tersebut.” (43-49, MATRLMSM)

Faktor pertama masyarakat yang masih percaya dengan mitos air tiga rasa adalah pengunjung yang sudah berumur tua, biasanya memang yang paling mempercayai adanya hal-hal gaib. Dengan demikian, ketika terdapat air yang berbeda rasanya dari air tiga rasa, mereka langsung mempercayai terdapat khasiat yang luar biasa yang terkandung di dalamnya. Mereka mempercayai bahwa hal ini merupakan kebesaran Allah SWT lewat air tersebut.

Masyarakat menganggap air tiga rasa sebagai lantaran Allah SWT untuk memperlancar rejeki dan sebagai penyembuh penyakit. Air tiga rasa diwariskan kepada muridnya Syeh Hasan Shadily untuk pengobatan dengan percaya atau yakin bahwa air tiga rasa itu lantaran dari Allah. Oleh karena itu, masyarakat percaya mitos air tiga rasa sampai sekarang karena masyarakat menganggap bahwa air tiga rasa tersebut merupakan lantaran dari Allah SWT yang berguna bagi umat manusia.

  1. Analisis Aspek Nilai

Sumber air tiga rasa merupakan peninggalan atau petilasan dari Syeh Hasan Shadily yang telah diturunkan secara turun temurun. Masyarakat dari generasi ke generasi berusaha melestarikan keberadaan sumber air tiga rasa melalui perbaikan serta selalu menurunkan mitos air tiga rasa terhadap zaman berikutnya. Jadi mereka yang percaya mitos air tiga rasa rata-rata berpendapat bahwa mitos air tiga rasa merupakan warisan leluhur mereka yang kemudian dipercaya orang dari tahun ke tahun sehingga berusaha tetap menjaga kelestarian air tiga rasa.

Kisah terbentuknya sumber air tiga rasa memang tidak bisa dipisahkan dengan Syeh Hasan Shadily. Syeh Hasan Shadily merupakan murid Sunan Muria yang menyebarkan ajaran agama Islam di Desa Japan tepatnya di tengah-tengah hutan. Cukup bagus perkembangan ajaran agama Islam oleh Syeh Hasan Shadily pada saat itu, sehingga dibutuhkan tempat yang cukup untuk sholat. Dibentuklah mushola kecil di atas bukit, untuk itu pula dibutuhkan tempat wudhu.” (1-6, MATRLMSM)

Ketiga sumber air tiga rasa tersebut memiliki khasiat yang berbeda-beda, dan masing-masing pengunjung memiliki versi yang berbeda-beda terhadap khasiat sumber air tiga rasa tersebut. Warga Japan dan sekitarnya dari zaman dahulu mempercayai mitos air tiga rasa, orang-orang zaman dahulu juga telah merasakan khasiatnya. hal inilah yang akhirnya membudaya turun-tenurun sampai sekarang. Jadi masyarakat yang mempercayai mitos air tiga rasa berpendapat bahwa mereka percaya dengan air tiga rasa tersebut karena mengikuti budaya masyarakat yang mereka didapatkan secara turun-temurun mengenai khasiat air tiga rasa tersebut.

  1. Analisis Aspek Kepemimpinan

Sejak ditemukannya makam Syeh Hasan Shadily serta air tiga rasa yang merupakan petilasan dari Syeh Hasan Shadily tersebut, masyarakat sedikit demi sedikit percaya akan adanya mitos dalam air tiga rasa tersebut. Masyarakat zaman dahulu masih memiliki rasa kejawen yang sangat kental, mengakibatkan begitu mudahnya menerima keajaiban pada suatu benda tertentu. Walaupun adanya air tiga rasa itu diketahui masyarakat dari bicara satu orang ke yang lain, tetapi penyebaran berita tersebut cepat sekali menyebar. Semakin banyak pula yang datang ke air tiga rasa guna mencari tahu bagaimana khasiat yang terkandung dalam air tiga rasa tersebut.

Syeh Hasan Shadily berupaya mencarikan sumber air yang dekat dengan mushola, tepat dibawah mushola bagian kiri ditemukan sumber air setelah tanahnya ditusuk-tusuk dengan kayu oleh Syeh Hasan sendiri. Sehingga tempat wudhu santri terdapat 3 sumber mata air. Selama bertahun-tahun baik makam Hasan Shadily atupun sumber air tiga rasa belum banyak diketahui oleh orang.” (6-12, MATRLMSM)

Latar belakang sejarah air tiga rasa menjadikan masyarakat sangat percaya adanya khasiat dalam sumber air tiga rasa. Air tiga rasa yang mempunyai rasa yang berbeda, bagi masyarakat merupakan hal yang sangat menarik dan salah satu pendorong masyarakat mempercayai mitos air tiga rasa. Air tiga rasa yang merupakan petilasan Syeh Hasan Shadily inilah yang menjadi titik penguatan kepercayaan masyarakat terhadap mitos air tiga rasa. Bagi masyarakat Jawa, petilasan dari orang yang pintar agama mempunyai kekuatan atau khasiat yang berguna bagi masyarakat.

Masyarakat yang percaya terhadap mitos air tiga rasa berpendapat bahwa latar belakang sejarah air tiga rasa menjadikan masyarakat sangat percaya adanya khasiat dalam sumber air tiga rasa yaitu air tiga rasa yang mempunyai rasa yang berbeda, bagi masyarakat merupakan hal yang sangat menarik dan salah satu pendorong masyarakat mempercayai mitos air tiga rasa. karena keberadaan air tiga rasa yang merupakan petilasan Syeh Hasan Shadily sehingga memiliki kekuatan-kekuatan atau khasiatkhasiat tertentu. Keberadaan air tiga rasa menurut masyarakat, sangat berguna bagi mereka.

Jadi masyarakat yang mempercayai mitos air tiga rasa memiliki pendapat atau persepsi yang hampir sama terhadap keberadaan mitos air tiga rasa, salah satu alasan mereka mempercayai air tiga rasa tidaklah lepas dari keberadaan Syeh Hasan yang mereka anggap sebagai orang yang pintar agama sehingga air tiga rasa mempunyai khasiat.



  1. Analisis Aspek Pengaruh terhadap Masyarakat

Pengaruh mitos air tiga rasa di lingkungan makam Sunan Muria Kabupaten Kudus terhadap masyarakat sekitarnya baik bagi pemilik warung, penyedia jasa ojek, maupun jasa parker. Utamanya sangat dirasakan manfaatnya bagi pemilik usaha warung di sekitar sumber air tiga rasa. Karena letak sumber air tiga rasa di lingkungan hutan yang masih asri dan masih alami, sehingga diharapkan agar pemilik usaha warung bisa memperhatikan dan menjaga lingkungan sekitar sumber air tiga rasa tersebut misalnya dengan menyediakan tempat sampah dan sebagainya.

Adanya sumber air tiga rasa juga menimbulkan banyak pengaruh terhadap masyarakat desa Japan dan sekitarnya. Air sumber tiga rasa ini memang asli dari sumber mata air, pengunjung yang datang ke air tiga rasa langsung meminumnya dengan menggunakan gelas-gelas yang telah disediakan oleh pengurus. Tidak ada rasa khawatir dari para pengunjung terhadap kesehatan mereka, walaupun minum air tanpa dimasak lebih dahulu.” (50-55, MATRLMSM)

Mitos air tiga rasa sangat berpengaruh terhadap kehidupan beragama. Kepercayaan masyarakat terhadap air tiga rasa memiliki dua hal yang bertolak belakang yaitu, kepercayaan masyarakat bahwa air tiga rasa merupakan salah satu bentuk kekuasaan Allah SWT yang bermanfaat bagi umatnya dan masyarakat yang hanya mempercayai khasiat air tiga rasa bukan karena kekuasaan dari Allah SWT. Hal inilah yang selalu menjadi perhatian para tokoh agama di Desa Japan dan sekitarnya, yaitu bagaimana agar masyarakat percaya air tiga rasa hanya karena kekuasaan Allah SWT.

  1. Analisis Aspek Simbol

Persepsi masyarakat terhadap mitos air tiga rasa menjadikan peristiwa sejarah sebagai perhatian. Sejarah yang memperlihatkan bahwa air tiga rasa merupakan peninggalan salah satu murid Sunan Muria yang dianggap pintar agama, sehinggga mempengaruhi persepsi masyarakat atas keberadaan air tiga rasa yang dipercaya mempunyai khasiat. Air tiga rasa tidaklah lepas dari keberadaan Syeh Hasan yang mereka anggap sebagai orang yang pintar agama sehingga air tiga rasa mempunyai khasiat.

Masyarakat masih percaya mitos air tiga rasa sampai sekarang karena air tiga rasa yang merupakan tempat wudhu Syeh Hasan Shadily dan para santri-santrinya dan air tersebut digunakan sebagai obat untuk santri-santrinya yang sakit sehingga air tiga rasa dipercaya berkhasiat sebagai obat sampai sekarang.” (59-64, MATRLMSM)

Mitos air tiga rasa merupakan salah hasil kebudayaan yang mencakup kepercayaan masyarakat terhadap khasiat air tiga rasa itu sendiri, hal sesuai dengan pendapat E.B Tylor yang menyatakan bahwa kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, dan adat-istiadat. Apabila mitos air tiga rasa dihubungkan dengan pendapat A.L kroeber terdapat tiga wujud kebudayaan, yaitu:

1) Ideas, yaitu warga masyarakat Japan dan luar Japan yang mempercayai terhadap air tiga rasa, masyarakat mempercayai apabila meminum air tiga rasa tersebut maka khajat atau tujuannya akan terkabul.

2) Activitis, yaitu perwujudan kepercayaan masyarakat Japan dan luar Japan, berupa tradisi meminum air tiga rasa pada saat sakit maka akan sembuh dari penyakit.

3) Artivacts, yaitu sumber air tiga rasa yang dipercaya oleh sebagian warga masyarakat Japan dan luar Japan dapat memecahkan kesulitan, antara lain dalam hal perdagangan dan pengobatan dengan cara meminum air di sumber air tiga rasa.

Simbol lainnya dapat kita simpulkan bahwa mitos air tiga rasa memiliki simbol sakral yaitu karena sering terkait dengan tokoh yang sering dipuja yaitu Syeh Hasan Shadily sebagai murid Sunan Muria.


  1. Analisis Mitos Berbasis Religi Hindu

Mitos Ular Suci Tanah Lot Bali

Masyarakat Bali memiliki kebudayaan antara lain: adat istiadat yang kuat, kesenian dan tarian. Selain itu, masyarakat Bali mempercayai adanya kekuatan gaib dalam diri makhluk hidup, dewa, benda mati, dan arwah orang yang meninggal yang dijadikan sebagai kebudayaan. Salah satu kepercayaan masyarakat Bali adalah Pura yang dianggap sakral yang berada di Tanah Lot. Pura Tanah Lot ini dibangun oleh seorang brahma yang bernama Danghyang Nirarta. Brahma Danghyang Nirarta merupakan pengembara dari pulau Jawa yang menguatkan kepercayaan masyarakat Bali tentang ajaran Hindu. Awalnya Tanah Lot itu di bawah kekuasaan Bandesa Beraban.

Bandesa Beraban merasa iri lalu mengusir Danghyang Nirarta karena lambat laun pengikut Bandesa Beraban meninggalkannya dan menjadi pengikut Danghyang Nirarta. Danghyang Nirarta pun menuruti permintaan Bandesa Beraban untuk meninggalkan Tanah Lot, akan tetapi sebelum meninggalkan Tanah Lot Danghyang Nirarta dengan kekuatan yang dimilikinya memindah bongkahan batu ke tengah perairan pantai dan membangun pura. Pura yang dibangun oleh Danghyang Nirarta bernama Pura Uluwatu merupakan tempat yang dianggap sakral oleh masyarakat Bali. Pura Uluwatu ini dianggap sakral karena tidak sembarang orang boleh naik ke pura tersebut, hanya saat diadakannya upacara adat saja dan harus izin kepada pemangku adat terlebih dahulu.

Danghyang Nirarta merubah selendangnya menjadi ular untuk menjaga pura tersebut. Selain Pura yang dianggap suci dan sakral, ada juga ular yang disucikan oleh masyarakat Bali yang berada di Goa sebrang pura Tanah Lot yang disebut dengan Ular Suci. Ular Suci tersebut yang dipercaya berasal dari selendang yang digunakan oleh Danghyang Nirarta. Ular Suci yang berada di sebrang Pura di Tanah Lot tersebut diyakini memiliki bisa 3X (kali) lipat dari ular biasanya dan memiliki warna hitam putih.

  1. Analisis Aspek Kepercayaan

Salah satu kepercayaan masyarakat Bali adalah Pura yang dianggap sakral yang berada di Tanah Lot. Pura Tanah Lot ini dibangun oleh seorang brahma yang bernama Danghyang Nirarta. Brahma Danghyang Nirarta merupakan pengembara dari pulau Jawa yang menguatkan kepercayaan masyarakat Bali tentang ajaran Hindu. Awalnya Tanah Lot itu di bawah kekuasaan Bandesa Beraban. Bandesa Beraban merasa iri lalu mengusir Danghyang Nirarta karena lambat laun pengikut Bandesa Beraban meninggalkannya dan menjadi pengikut Danghyang Nirarta. Danghyang Nirarta pun menuruti permintaan Bandesa Beraban untuk meninggalkan Tanah Lot, akan tetapi sebelum meninggalkan Tanah Lot Danghyang Nirarta dengan kekuatan yang dimilikinya memindah bongkahan batu ke tengah perairan pantai dan membangun pura.

Ular Suci dikeramatkan karena kalau orang Bali menyebutnya “duwe” yang artinya sesuatu yang dikeramatkan yang memiliki hubungan dengan tempat suci. Sedangkan Ular Suci ini berada di tempat suci yaitu di Pura Luhur Tanah Lot. Masyarakat percaya dengan adanya Ular Suci ini karena dulu pernah ada seorang peneliti dari Jerman bernama Prof Wiliam yaitu ahli budaya dan reptil, beliau meneliti karena Ular Suci itu ada sejarahnya.” (12-18, AUUS)

Pura yang dibangun oleh Danghyang Nirarta bernama Pura Uluwatu berdirinya pada abad ke 15 waktu hancurnya kerajaan Majapahit, itu konon katanya beliau Jaya Katuang penganut agama Hindu di Majapahit karena beliau tidak mau beragama Islam, dia itu diserang dan lari ke Bali. Sebelum berdirinya Pura Tanah Lot ini beliau bersemedi diatas sana (batu Tanah Lot), beliau itu sering di ganggu oleh masyarakat disini, karena beliau itu dinaggap orang asing, karena orang disini itu gak pernah artinya sampai berbulan-bulan diatas batu dia bersemedi disana. Akhirnya itu dia mengeluarkan selendangnya itu menjadi ular, yaitu Ular Suci ini. Setelah beliau selesai bersemedi atau bertapa beliau mendirikan pura Tanah Lot ini, yang diberi nama Pura Luhur Tanah Lot dan beliau menyebarkan agama Hindhu di Bali. Pendiri Pura Luhur Tanah Lot ini kalau di Majapahit namanya Jaya Katuang tapi kalau di Bali dia berganti nama menjadi Danghyang Nirarta atau Empu Wauwaruh.

Danghyang Nirarta berpesan pada masyarakat disini, apa yang di tinggalkan oleh beliau disuruh menjaga dan memeliharanya. Sehingga sampai sekarang Pura ini tetap dipercaya oleh masyarakat Hindu sebagai warisan dari agama Hindu dan Ular Suci.

  1. Analisis Aspek Nilai

Nilai budaya yang berkaitan dengan mitos asal-usul Ular Suci di Tanah Lot Kabupaten Tabanan Bali. Mitos asal-usul Ular Suci di Tanah Lot Kabupaten Tabanan Bali ini memiliki kandungan nilai budaya di dalamnya. Nilainilai tersebut diantaranya, (1) nilai regiulitas, mencangkup nilai ketaatan manusia terhadap Tuhan dan percaya kekuatan gaib, (2) niali sosial, mencangkup nilai gotong-royong, saling menghormati, dan tanggung jawab, (3) nilai kepribadian, mencangkup nilai sikap waspada (berhati-hati), keikhklasan, dan kesabaran.

Cerita Ular Suci sampai saat ini dipercaya oleh masyarakat Bali karena dulu Danghyang Nirarta berpesan kepada masyarakat Bali bahwa apa yang ditinggalkan oleh beliau, masyarakat harus tetap menjaga dan memeliharanya termasuk Ular Suci ini.” (7-11, AUUS)

Fungsi mitos asal-usul Ular Suci di Tanah Lot Kabupaten Tabanan Bali. Mitos asal-usul Ular Suci di Tanah Lot Kabupaten Tabanan Bali ini memiliki fungsi bagi masyarakat. Fungsi mitos tersebut diantaranya, (1) menyadarkan manusia bahwa ada kekuatan-kekuatan gaib, mencangkup sebuah ikat pinggang berubah menjadi ular, berdoa kepada ular, (2) memberikan pengetahuan, mencangkup pengetahuan tentang asal-usul tanah lot, pengetahuan tentang kesehatan, (3) mitos sebagai sarana pendidikan.

  1. Analisis Aspek Kepemimpinan

Konon cerita ular itu, itu jelmaan dari ikat pinggang Danghyang Nirarta tersebut gitu. Jadi cerita itu sampai sekarang dipercayai oleh masyarakat sini, mangkanya dia dikramatkan dia gitu, ular itu dikramatkan kalau orang Bali “Duwe” namanya. “Duwe” itu artinya sesuatu yang dikramatkan, dia itu berhubungan dengan artinya dia itu ada kaitannya dengan tempat suci dia. Dia (Ular Suci) itu dikramatkan saya kramatkan biasa kalau orang sini berdoa itu membawa sesajen dia gitu, dipegang itu tidak menggigit dia itu biar apanya dipegang gak menggigit dia.

Ular Suci ini merupakan jelmaan dari ikat pinggang seorang Brahma yang bernama Danghyang Nirarta. Danghyang Nirarta merupakan seorang Brahma dari Pulau Jawa tepatnya dari Kerajaan Majapahit. Ikat pinggang Danghyang Nirarta dirubah menjadi Ular Suci karena pada saat bersemedi beliau diganggu oleh masyarakat Bali. Masyarakat Bali menganggap Danghyang Nirarta sebagai orang asing karena bersemedi selama berbulan-bulan di Pura Luhur Tanah Lot.” (1-7, AUUS)

Tentang adanya ular ini memang tempatnya di Tanah Lot, Tanah Lot tempat peninggalan Raja dari Majapahit, beliau mengadakan semedi di Tanah Lot, karena Tanah Lot itu alot kuat. Ular ini sebagai penunggu Raja Dwi Jendro namanya beliau bersemedi disini mangkanya ikat pingangnya berubah menjelma menjadi berbentuk ular mangkanya ular ini jinak

  1. Analisis Aspek Pengaruh terhadap Masyarakat

Mitos Ular Suci sebagai folklor dalam bentuk mitos dapat dimanfaatkan sebagai alternatif materi pembelajaran dalam kurikulum 2013 Bahasa dan Sastra Indonesia kelas X SMA/MA. Pemanfaatan mitos Ular Suci sebagai alternatif materi pembelajaran merupakan bentuk upaya melestarikan pesan yang terdapat dalam mitos Ular Suci. Asal-usul Ular Suci di Tanah Lot Kabupaten Tabanan Bali memiliki nilai pengaruh dan fungsi di dalamnya yang bisa dijadikan penutan bagi masyarakat. Pelestarian cerita asal-usul Ular Suci di Tanah Lot Kabupaten Tabanan Bali diwujudkan dengan diwariskan kegenerasi penerus.

Masyarakat Bali memiliki kepercayaan bahwa Ular Suci sakral yaitu jika ada yang sirik terhadap keluarga kita, pasir tempat Ular Suci ini yang dipakai. Jadi dengan cara pasir tempat Ular Suci itu ditaburkan di sekeliling rumah dan pekarangan rumah itu sudah banyak terbukti.” (39-42, AUUS)

Kepercayaan masyarakat Tanah Lot terhadap Ular Suci sudah pada tahapan sakral. Ular Suci dianggap sebagai sesuatu yang membawa keberuntungan dan juga balak bergantung pada niat manusia yang mempercayainya. Hal-hal yang berhubungan dengan Ular Suci dianggap mampu untuk melindungi masyarakat sekitar.

  1. Analisis Aspek Simbol

Mitos asal-usul Ular Suci yang dipercaya adalah selendang dari seorang Brahma di Tanah Lot Kabupaten Tabanan Bali, termasuk dalam jenis budaya dan tergolong mitos asal-usul. Mitos asal-usul mengisahkan awal dari sesuatu atau asal mula benda-benda yang ada, setelah alam diciptakan. Mitos Ular Suci memiliki mitos asal-usul yang unik dan masih diyakini keutuhan ceritanya sampai saat ini oleh masyarakat setempat. Letak keunikan pada mitos Ular Suci ini terdapat pada selendang seorang Brahma yang diubah menjadi seekor ular. Mitos Ular Suci ini berbeda dengan cerita mitos ular suci lainnya. Ular Suci tersebut juga masih ada sampai saat ini, bahkan masih bisa menyentuh Ular Suci tersebut dengan membayar uang seiklasnya kepada pawang yang menjaga Ular Suci tersebut.

Masyarakat Bali memiliki keyakinan bahwa dengan menyentuh Ular Suci dengan memanjatkan permohonan akan terkabul. Apabila ingin berdoa kepada Ular Suci hanya dengan membawa sesajen dan menyentuh Ular Suci tersebut. Jadi masyarakat Bali biasanya setelah bersembayang di Pura Luhur Tanah Lot, mereka akan menghampiri Ular Suci untuk berdoa. Ketika berdoa kepada Ular Suci tergantung tujuannya apa dan sesuai dengan kepercayaan masing-masing individu. Misalnya orang muslim berarti dengan menyebut nama Allah.” (44-52, AUUS)


KESIMPULAN

Fungsi sosiologi adalah untuk memahami perilaku manusia karena peranan kehidupan manusia sangat dipengaruhi oleh subsistem sosialnya. Subsistem sosial tersebut, pada dasarnya, mencakup unsur-unsur individu atau pribadi dalam masyarakat maupun kehidupan yang dihasilkan oleh masyarakat tersebut. Kepercayaan terhadap lingkungan budaya dan sosial harus dijelaskan secara analisis dalam konteks sejarah, karena sosiologi tidak dijelaskan secara rinci, akan menimbulkan pendapat yang ambigu dalam konteks tertentu.

Mitos Air Tiga Rasa di Desa Japan dan juga Mitos Ular Suci Tanah Lot jika dianalisis berdasarkan aspek sosiologi dapat dikaji berdasarkan kepercayaan, nilai, kepemimpinan, pengaruh terhadap masyarakat, hingga simbolik. Keberadaan mitos sangat berpengaruh bagi kehidupan sosial, oleh karena itu folklor lisan berupa mitos dianggap ampuh dalam regenerasi moral keturunan dalam lingkup masyarakat setempat.

DAFTAR PUSTAKA

Choiriyah, Alfiya. 2019. Mitos Asal-Usul Ular Suci di Tanah Lot Kabupaten Tabanan Bali. Skripsi. Diakses secara online pada ‎24 ‎Februari ‎2021 pukul 20.53 WIB.

Iswidayanti, Sri. 2007. FUNGSI MITOS DALAM KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT PENDUKUNGNYA. Jurnal Harmonia. Vol 8, No 2. Diakses secara online pada 24 ‎Februari ‎2021 pukul 20.31 WIB.

Kurniawan, Alif Chandra (2012) Mitos pernikahan ngalor-ngulon di Desa Tugurejo Kecamatan Wates Kabupaten Blitar: Kajian fenomenologis. Skripsi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.

Putriana (2014) MENGAPA POLITISI TIDAK DIPERCAYA?. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sultan Sarif  Kasim Riau. Diakses secara online pada 24 ‎Februari ‎2021 pukul 20.31 WIB.

Rahmawati, Siti. 2018. Implikasi Nilai-Nilai Budaya Terhadap Moralitas Siswa di SMP Islam Terpadu Nuurusshiddiq Kecamatan Kejaksaan Kota Cirebon. Skripsi. IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Diakses secara online pada 24 ‎Februari ‎2021 pukul 20.31 WIB.

Sahidillah, Muhammad Wildan and , Drs. Adyana Sunanda, M.Pd., (2018) Kritik Sosial dalam Kumpulan Puisi Stanza dan Blues Karya W.S. Rendra: Tinjauan Sosiologi Sastra dan Relevansinya dengan Bahan Ajar di SMA. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diakses secara online pada 24 ‎Februari ‎2021 pukul 20.31 WIB.

Ulum, Fatchul (2018) NILAI-NILAI PATRIOTISME TOKOH PADA CERITA RAKYAT SAKERA. Skripsi. University of Muhammadiyah Malang. Diakses secara online pada 24 ‎Februari ‎2021 pukul 20.31 WIB.

Wibowo, Afif Andi. 2011. Persepsi Masyarakat Terhadap Mitos Air Tiga Rasa di Lingkungan Makam Sunan Muria Kabupaten Kudus. Skripsi. Diakses secara online pada 24 ‎Februari ‎2021 pukul 20.31 WIB.

Wiyatmi. 2013. Sosiologi Sastra: Teori dan Kajian terhadap Sastra Indonesia. Kanwa Publisher.

LAMPIRAN :

MITOS BERBASIS RELIGI ISLAM

Mitos, Kudus, Jawa Tengah

Miftachul Mufid, Surabaya, 50 tahun

Laki-laki, Pelaku spiritual

Surabaya, 20 Juni 1970


Mitos Air Tiga Rasa di Lingkungan Makam Sunan Muria (MATRLMSM)





5





10





15





20





25





30





35





40





45





50





55





60





Kisah terbentuknya sumber air tiga rasa memang tidak bisa dipisahkan dengan Syeh Hasan Shadily. Syeh Hasan Shadily merupakan murid Sunan Muria yang menyebarkan ajaran agama Islam di Desa Japan tepatnya di tengah-tengah hutan. Cukup bagus perkembangan ajaran agama Islam oleh Syeh Hasan Shadily pada saat itu, sehingga dibutuhkan tempat yang cukup untuk sholat. Dibentuklah mushola kecil di atas bukit, untuk itu pula dibutuhkan tempat wudhu. Syeh Hasan Shadily berupaya mencarikan sumber air yang dekat dengan mushola, tepat dibawah mushola bagian kiri ditemukan sumber air setelah tanahnya ditusuk-tusuk dengan kayu oleh Syeh Hasan sendiri. Sehingga tempat wudhu santri terdapat 3 sumber mata air. Selama bertahun-tahun baik makam Hasan Shadily atupun sumber air tiga rasa belum banyak diketahui oleh orang.

Semenjak ditemukan makam Syeh Hasan Shadily itu, maka sumber air tiga rasa yang dahulu merupakan tempat wudhu syeh Hasan Sadily mulai dikenal masyarakat. Sumber air tiga rasa berada tepat di bawah makam Syeh Hasan Shadily. Saat itu hanya kalangan masyarakat Japan sendiri yang mengetahui keberadaan sumber air tersebut, dan tempat sumber air tiga rasa tersebut belum bersih seperti sekarang. Jalan menuju tempat sumber air tiga rasa pada saat itu juga masih melalui jalan-jalan setapak di antara hutan-hutan yang lebat. Sehingga hanya sebagian masyarakat yang mempunyai stamina yang cukup baik yang berani datang ke sumber air tiga rasa. Warung-warung juga belum ada yang mendirikan, sehingga masih sedikit masyarakat yang datang ke sumber air tiga rasa. 

Nama sumber air tiga rasa sendiri merupakan pemberian dari masyarakat. Sumber air tiga rasa merupakan sebutan yang diberikan orang-orang yang datang dikarenakan rasa yang berbeda dari ketiga sumber mata air. Sumber air tiga rasa ini memiliki mata air yang tidak pernah kering, selalu penuh dari dulu sampai sekarang. Sumber air ini sering disebut “belik”. Didalam “belik” tersebut dipasang pralon yang bertujuan untuk menyalurkan air ke kamar mandi di bawahnya. Kamar mandi tersebut biasa digunakan untuk mandi bagi anak-anak kecil yang belum bisa jalan saat usianya baru menginjak satu tahun atau yang mempercayai adanya kekuatan tersendiri setelah mandi dengan sumber air tiga rasa tersebut.

Sumber air tiga rasa telah dibuka secara resmi pada tahun 2000. Sekarang telah dibangun jalan yang dilapisi beton bagi yang memakai motor. Hanya saja perlu hati-hati ketika mengendarai motor, sebab jalannya licin dan curam. Tetapi untuk mencapai sumber air tiga rasa tersebut juga terdapat jalan setapak yang hanya bisa dilalui dengan jalan kaki melalui atas air terjun montel. Telah dibuat juga yayasan yang mengelola makam syeh Hasan Shadily dan air tiga rasa yang bekerja sama dengan pemilik hutan dan pemerintahan Desa Japan setempat. Dengan fasilitas tersebut maka pengunjung akan lebih mudah untuk mengambil sumber air tiga rasa.

Kepercayaan masyarakat terhadap mitos air tiga rasa juga semakin bertambah melalui mulut ke mulut sehingga menyebar luas di masyarakat. Pengunjung air tiga rasa biasanya sangat ramai pada hari-hari tertentu, yaitu pada hari Kamis malam Jumat yang pengunjungnya adalah rombongan-rombongan bapak-bapak dan ibu-ibu yang kadang sampai nginap di mushola serta hari minggu yang kebanyakan anak-anak muda atau keluarga sebagai wisata alam dan mencoba merasakan langsung sumber air tiga rasa tersebut. Adanya sumber air tiga rasa juga menimbulkan banyak pengaruh terhadap masyarakat desa Japan dan sekitarnya. Air sumber tiga rasa ini memang asli dari sumber mata air, pengunjung yang datang ke air tiga rasa langsung meminumnya dengan menggunakan gelas-gelas yang telah disediakan oleh pengurus. Tidak ada rasa khawatir dari para pengunjung terhadap kesehatan mereka, walaupun minum air tanpa dimasak lebih dahulu. 

Hal ini menyebabkan banyaknya masyarakat yang semakin percaya dan berkunjung ke sumber air tiga rasa. Baik meminum langsung air tersebut atau mengambil air tiga rasa dimasukkan ke dalam botol untuk dibawa kerumah tanpa harus dimasak lebih dahulu. Masyarakat masih percaya mitos air tiga rasa sampai sekarang karena air tiga rasa yang merupakan tempat wudhu Syeh Hasan Shadily dan para santri-santrinya dan air tersebut digunakan sebagai obat untuk santri-santrinya yang sakit sehingga air tiga rasa dipercaya berkhasiat sebagai obat sampai sekarang.


Ismi Fauziatus Solihah


LAMPIRAN :

MITOS BERBASIS RELIGI HINDU

Mitos, Tanah Lot, Bali

Rifan Aliyan, Surabaya, 28 tahun

Laki-laki, Wiraswasta,

Surabaya,


Asal-Usul Ular Suci (AUUS)





5





10





15





20





25





30





35





40





45





50



Dulu menurut ceritanya Ular Suci ini merupakan jelmaan dari ikat pinggang seorang Brahma yang bernama Danghyang Nirarta. Danghyang Nirarta merupakan seorang Brahma dari Pulau Jawa tepatnya dari Kerajaan Majapahit. Ikat pinggang Danghyang Nirarta dirubah menjadi Ular Suci karena pada saat bersemedi beliau diganggu oleh masyarakat Bali. Masyarakat Bali menganggap Danghyang Nirarta sebagai orang asing karena bersemedi selama berbulan-bulan di Pura Luhur Tanah Lot. Cerita Ular Suci sampai saat ini dipercaya oleh masyarakat Bali karena dulu Danghyang Nirarta berpesan kepada masyarakat Bali bahwa apa yang ditinggalkan oleh beliau, masyarakat harus tetap menjaga dan memeliharanya termasuk Ular Suci ini.

Ular Suci dikeramatkan karena kalau orang Bali menyebutnya “duwe” yang artinya sesuatu yang dikeramatkan yang memiliki hubungan dengan tempat suci. Sedangkan Ular Suci ini berada di tempat suci yaitu di Pura Luhur Tanah Lot. Masyarakat percaya dengan adanya Ular Suci ini karena dulu pernah ada seorang peneliti dari Jerman bernama Prof Wiliam yaitu ahli budaya dan reptil, beliau meneliti karena Ular Suci itu ada sejarahnya. Dulu ada seorang meminta permohon kepada Ular Suci tetapi syaratnya harus menyentuh Ular Suci. Oleh karena itu seorang peneliti dari Jerman kawatir jika Ular Suci itu berbahaya bahkan bisa mengigit saat pengunjung menyentuhnya. Setelah dilakukan penelitian sebanyak 5X(kali) terbukti bahwa Ular Suci memiliki “bisa” 10X (kali) lipat dari “bisa” kobra.

Selama penelitian berlangsung Ular Suci tidak pernah menggigit sampai diberi perangsang, tetap saja tidak menggigit. Masyarkat Bali menyebut Ular Suci yaitu sebagai ular penjaga Pura Luhur di Tanah Lot. Penjaga Pura artinya penunggu Pura Luhur Tanah Lot yang berfungsi menjaga dari Alam sana (ghaib) itu ada penjaganya. Pura Luhur merupakan peninggalan Dangyang Nirarta. Ular Suci tidak setiap hari ada di tempatnya, tetapi Ular Suci ini selalu ada banyak di Pura Luhur Tanah Lot oleh karena itu Ular Suci disebut ular penjaga Pura. Ular Suci ini tidak boleh dipelihara karena ular ini liar tetapi jinak, maksutnya jinak disini adalah Ular Suci ini tidak memangsa atau menggigit saat disentuh. Sebagian besar masyarakat Bali telah mengetahui bahwa Ular Suci tidak dapat dipelihara karena telah dikeramatkan. Ular Suci ini bewarna keabu-abuan tetapi tidak mengkilap walaupun liar tetapi Ular Suci ini jinak karena tidak menggigit.

Ular laut secara umum memiliki “bisa” sangat tinggi dan bewarna biru tetapi birunya menonjol mengkilap. Jadi Ular Suci dengan ular laut biasa itu berbeda karena sebagian masyarakat Bali mengira bahwa Ular Suci itu ular laut biasa. Masyarakat Bali memiliki kepercayaan bahwa Ular Suci sakral yaitu jika ada yang sirik terhadap keluarga kita, pasir tempat Ular Suci ini yang dipakai. Jadi dengan cara pasir tempat Ular Suci itu ditaburkan di sekeliling rumah dan pekarangan rumah itu sudah banyak terbukti. Tetapi jika kita diguna-guna oleh seseorang maka kulit Ular Suci itu yang digunakan. Masyarakat Bali memiliki keyakinan bahwa dengan menyentuh Ular Suci dengan memanjatkan permohonan akan terkabul. Apabila ingin berdoa kepada Ular Suci hanya dengan membawa sesajen dan menyentuh Ular Suci tersebut.

Jadi masyarakat Bali biasanya setelah bersembayang di Pura Luhur Tanah Lot, mereka akan menghampiri Ular Suci untuk berdoa. Ketika berdoa kepada Ular Suci tergantung tujuannya apa dan sesuai dengan kepercayaan masing-masing individu. Misalnya orang muslim berarti dengan menyebut nama Allah.


Ismi Fauziatus Solihah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar