Minggu, 04 September 2022

ANTARA WACANA EKSPOSISI DAN ARGUMENTASI

Teks Eksposisi

KRASAK KRUSUK PANDEMI COVID 19

Covid 19 didefinisikan sebagai virus yang menular dengan penularan yang sangat cepat. Virus Corona adalah virus yang menyerang sistem pernapasan. Virus Corona bisa menyebabkan gangguan ringan pada sistem pernapasan, infeksi paru-paru yang berat, hingga kematian (lihat alodokter.com).

SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus) muncul pada November 2002 di Tiongkok, menyebar ke beberapa negara lain. Mulai dari Hongkong, Vietnam, Singapura, Indonesia, Malaysia, Inggris, Italia, Swedia, Swiss, Rusia, hingga Amerika Serikat. Epidemi SARS yang berakhir hingga pertengahan 2003 itu menjangkiti 8.098 orang di berbagai negara. Setidaknya 774 orang mesti kehilangan nyawa akibat penyakit infeksi saluran pernapasan berat tersebut (sumber : halodoc.com).

Hingga akhirnya virus ini terus mewabah ke seluruh penjuru dunia (juga Indonesia) dan kemudian dinyatakan sebagai pandemi oleh WHO. Mewabahnya virus ini menimbulkan banyak pro dan kontra mengenai keberadaannya. Dilansir dari kompas.com banyak terjadi konspirasi mengenai virus tersebut. Beberapa konspirasi yang ramai diperbincangkan adalah terkait kebocoran laboratorium biologi di China, pengembangan senjata biologis, target penanaman chips di dalam tubuh, dan lain sebagainya.

Pada sisi lain, angka kematian yang dikatakan akibat virus corona ini mencapai jutaan jiwa. Hal ini pun juga meresahkan warga negara, dilema antara percaya atau tidak, disamping mereka harus menjauh dan mencegah diri terpapar virus, mereka juga harus keluar rumah dan mencari penghidupan. Pengesahan omnibus law oleh DPR pun juga dianggap sebagai sebuah bentuk konspirasi oleh masyarakat. Terlepas dari semua alasan yang dijelaskan oleh Bapak Jokowi, khalayak masih tidak habis pikir mengapa mengesahkan RUU di kala pandemi. Dr. Tirta meyakini ada benang merah antara pernyataan terbaru dari WHO soal pembatasan sosial di momen pandemi dengan demo omnibus law (dilansir dari terkini.id). Beliau mengatakan bahwa setelah demo omnibus law, WHO tiba-tiba ber-statement, lockdown nggak penting. Yang mengatakan adalah David Navarro (Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia, WHO). Ini suatu kebetulan yang sangat aneh. Krasak krusuk covid inilah yang membuat masyarakat resah dan memilih untuk pasrah, dilema antara ada dan tiada, tetap bekerja keluar rumah dan beraktivitas normal dengan tetap menaati protokol kesehatan.


Wacana Argumentasi

ANTARA HARTA, TAHTA, DAN KORONA

Corona virus yang sedang terjadi saat ini menimbulkan banyak pro dan kontra akan keberadaannya, hal ini disebabkan karena banyaknya teori konspirasi yang bermunculan di media massa dan juga wacana berita. Masyarakat Indonesia utamanya, mereka memilih untuk bersikap baik-baik saja, karena keadaan yang bukan hanya menyerang Kesehatan mereka, tetapi juga keadaan yang menyerang ekonomi mereka.

Bekerja diantara keyakinan dan ketidakyakinan membuat mereka dilema. Di sisi lain, mereka keluar rumah (bekerja) dan berusaha untuk tetap mematuhi protokol kesehatan dari pemerintah, namun tetap saja banyak korban jiwa yang setiap harinya mengintai seolah mengajak mereka. Rasanya dimana-mana maut akan tetap mengintai, hanya biar waktu saja yang menjawab kapan giliran mereka itu.

Di satu sisi, pandemi ini tidak hanya memberikan dilema antara harta dan tahta, tetapi juga dilema karena ada atau tidaknya kebenarannya. Apakah ini sebuah konspirasi? Atau ini benar-benar terjadi? Inilah pertanyaan dari sebagian masyarakat yang merasa dirinya tidak tertulari. Belum lagi ketika ada warga di suatu gang yang terdeteksi positif tetapi pada kenyataannya tidak menulari warga yang lain. Hal ini menimbulkan pertanyaan “apakah virus ini benar menular atau tidak?”

Banyak yang tidak tahu seberapa cepat penularannya, dan lewat media apa saja. Sosialiasi pencegahan covid yang hanya setengah-setengah menimbulkan banyak keresahan dimana-mana. Ditambah lagi isu politik yang datang semakin membuat warga merasa bahwa pandemi ini sudah tidak ada artinya lagi. Sebagai contoh saat pengesahan omnibus law, demo marak terjadi, banyak yang tidak menggubris aturan untuk tidak berkumpul, tetapi kerumunan masih banyak dijumpai karena satu dan lain hal. Ya, andai saja pemerintah melockdown Indonesia sedari awal dengan tidak membiarkan rakyatnya kelaparan, mungkin kita di hari ini sedang berpesta pora layaknya masyarakat di Wuhan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar